Mengapa Mesti Menulis ?
Pertanyaan di atas berkecamuk. Pada hati, pikiran, dan jiwaku. Tapi, sekali lagi: mengapa mesti menulis ? Aku tak hendak mendapat jawaban segera. Ini sebuah perenungan. Karena bagiku, menulis menghabiskan waktu. Tidak dinamis. Dan, last but not lease, aku gak bisa nulis. Jadi, jangan suruh aku nulis.
Tapi, tergelitik juga membaca ajakan untuk menulis. Apa yang akan aku tulis ? Siapa yang akan membaca ? Atau, adakah yang mau membaca tulisanku ? Jangan-jangan tulisanku menyendiri dalam pengap ruang imajiku sendiri. Tanpa kawan, tanpa teman, apalagi sahabat. Tak hendek berdebat. Aku menghentikan tulisanku.
Bagiku, bicara jauh lebih menyenangkan. Ada teman, ada lawan bicara. Dan, yang pasti, lebih hidup. Lebih dinamis.
Namun, aku adalah orang yang selalu ingin tahu. Aku coba lagi. Lalu, lagi. Dan, lagi. Meski kadang bosan. Jenuh. Atau, bete. Tapi, nekad aku lanjutkan. Lama dan lama. Dalam waktu tak sebentar, aku seakan menemukan kebenaran dari menulis. Aku merasakan sensasi yang berbeda. Aku menikmati.
Benar saja. Tatkala ada seseorang yang menanggapi tulisanku, aku cukup senang. Tatkala beberapa memberi komentar, aku gembira. Tatkala ada yang mengambil manfaat dari tulisanku, aku bahagia. Dan, tak seperti berbicara, tulisanku melanglang ke seluruh penjuru. Yang aku tak tahu dimana. Tak seperti bicara yang sering menguap percuma, tulisanku menempel pada lontar budaya. Diingat. Dikomentari. Dipuji. Juga, kadang dimaki. Tapi, aku menemukan obyektifitas. Aku semakin merasakan bahwa orang menilai pikitranku dari tulisan. Dari pilihan kata. Dari tema. Dari sikapku.
Aku coba terus menulis. Meski, aku tahu dan amat tahu. Ada yang setuju, ada yang menentang. Tapi itulah hidup. Kuputuskan untuk terus menulis.
0 comments:
Post a Comment